Category Archives: makanan

Aduh deg-degan…doain ya teman….

Posted on

Kayak apa aja judulnya. Tapi terus terang deg-degan juga lho, takut gagal. Aku mencoba jualan makanan dengan menyetor kering kentang, lapis surabaya dan rempeyek teri ke pedagang pasar. Kecil-kecilan sih daripada nganggur. Biasanya aku jual lapis Surabaya per potong (maksudnya supaya yang jelek nggak kelihatan karena sudah dipotong-potong. he…he…he…).

Nah, tadi aku di-sms sama pedagang pasar yang biasanya aku titipi dagangan kalau ada pelanggan yang pengin beli lapis surabaya bikinanku sebanyak 1 loyang. Hari Sabtu ini katanya mau diambil di pasar. Artinya kan nggak boleh ambleg yak…

Di satu sisi aku bersyukur karena ternyata akhirnya ada pelanggan yang tertarik dengan daganganku. Tapi di sisi lain aku juga deg-deg-an khawatir kalau gagal. Tahu sendiri kan, aku jago bikin cake bantat alias ambleg. Perasaan selama ini lebih banyak bantatnya daripada bagusnya. Terus seperti biasa nyalahin oven (soalnya nggak ada yang disalahin sih. Masak iya nyalahin Leo. hi…hi…hi….).

Doain ya teman-teman supaya nanti cake bikinanku nggak ambleg, bagus, nggak bantat, enak rasanya, nggak beracun, nggak gampang basi, pelanggan puas, pelanggan pesen lagi, ngajak teman-temannya ikutan pesen dsb dll dst etc enzovoort…..pokoknya yang baik-baik ya doanya. Terimakasih sebelumnya ya teman. Wish me luck.

Siapa tahu, ini awal rejekiku. Soalnya inget banget, buat jual 1 potong saja susahnya setengah mati, ini ada pelanggan yang katanya pengin beli 1 loyang….alhamdulillah…..

PS. Terimakasih untuk Haley atas resepnya (aku pake resepnya jeng Haley yang rada irit telur tapi masih enak. Maklum kalau yang boros telur, jatuhnya mahal dan susah banget lakunya).

Aku masih tetap orang Indonesia…

Posted on

Ketika Leo pulang kantor, dia ngelihat aku sedang mengupas kentang. Dia senyum-senyum:

“Home industry?”

Aku jawab iya. Maklum…pengin mencari sesuap berlian yang dulu pernah aku ceritakan di sini. Kali ini eksperimen lagi karena dulu sempat gagal. Dia bilang:

“I never realize kalau di rumahku akan ada home industry……”

“I am still an Indonesian…..ha…ha…ha…”

“That was what I wanted to say…….”

Ingatan kami back to several years ago ketika Leo pertama kali mengunjungiku di Indonesia. Waktu itu kami belum menikah. Dia terkagum-kagum dengan banyaknya tenda-tenda makanan di sepanjang jalan Margonda Raya Depok.

“My God….unbelievable……is this Indonesia? Tiap 10 meter kok ada tenda makanan. No wonder you cannot loose weight…..it is so easy for you to get food here……food….food….food everywhere…”

Emangnya Londo yang harus semuanya serba tertata, semua harus jadi anggota KvK (Kadinnya Belanda) bahkan untuk sektor informal di pasar, semua harus serba higienis, semua harus bayar pajak, buka warung harus ada ijin, buka warung harus punya diploma atau sertifikat tertentu, semua harus mengikuti peraturan, kalau nggak ngikutin peraturan kena denda.

Aku bilang sama Leo, kalau Indonesia harus ngikuti carané Londo, banyak orang akan kelaparan. Peraturan kok kaku banget, nggak fleksibel.

Yang bikin dia heran lagi adalah setiap kali ketemu teman, kerabat, sanak saudara pasti acaranya makan. Ketemu di Pasaraya makan, ketemu di rumah saudara disuguhi makan, ketemu di Sarinah makan lagi. Pokoknya makan, en makan, en makan nggak peduli lunch atau dinner. Sampai-sampai dia ngomong:

“Orang Indonesia kalau ketemu selalu acaranya makan-makan ya…..”

“Lha kalau enggak, terus ngapain coba?…..” Iya to?

Catatan: gambar yang aku pasang adalah gambaran sektor informal makanan yang aku ambil ketika kami ke Bandung.