Hari Sabtu tgl 12 Januari kami (Ekani, Dyah dan aku) pergi ke Roermond, “surga” belanja bagi real shoppers penggemar barang-barang bermerk. Kebetulan Ekani dan aku punya tiket kereta murah. Sedangkan Dyah rumahnya tidak terlalu jauh dari Roermond. Kami yang biasanya berkeliaran blusukan di berbagai pasar tradisional, kali ini pengin menengok “surga” satu ini.
Aku diantar Leo menuju stasiun Rotterdam Alexander. Dari sana, aku naik kereta ke Utrecht Centraal yang berangkat dari Rotterdam Alexander pk 08:43. Dari Utrecht Centraal aku ganti kereta menuju stasiun Roermond. Kami (Dyah, Ekani dan aku) berjanji untuk bertemu di stasiun Roermond pada jam 11 pagi. Dari sana kami berjalan kaki menuju Roermond Design Outlet.
Suhu lumayan dingin, kalau ngga salah 1 derajat tapi cuaca cerah sekali sehinggga seneng rasanya berjalan kaki sambil menghangatkan badan. Kebetulan kami bertemu satu rombongan teman-teman Indonesia lain yang juga menuju Roermond. Setiba di Design Outlet pun kami beberapa kali bertemu dengan orang Indonesia lagi. Jadi bener ya kalau orang Indonesia demen shopping? he..he..he..
Roermond Design Outlet isinya memang toko-toko barang ber-merk, dari mulai Gucci, Armani, Clarks, Calvin Klein, Samsonite, Dolce and Gabbana, North Face, Timberland dan lain-lain. Pokoknya you name it lah.
Benneton pun ada di sini (lihat gambar bawah):
Januari ini sedang banyak sale di sana. Maklum Desember orang memang biasanya banyak mengeluarkan uang untuk kebetuhan Christmas, tahun baru dan lain-lain. Jadi kalau Januari ngga ada sale, banyak toko yang sepi karena orang cenderung untuk menahan diri untuk belanja.
Clarks sedang diskon! (lihat gambar bawah)
Dulu aku membayangkan kalau Roermond Design Outlet itu berupa mall guede kayak mall-mall di Jakarta. Tapi ternyata tidak. Designer Outlet ini berupa perkampungan yang isinya toko-toko. Jadi kalau hujan dan sedang tidak di dalam toko, ya kita akan kehujanan. Kalau suhu dingin kayak Sabtu lalu, ya tetep saja kedinginan kalau kita sedang tidak berada di dalam toko. Tapi harus aku akui, perkampungan ini bagus kok tata letak tokonya. Sudah gitu banyak lampu-lampu, banyak tempat duduk yang disediakan di luar toko. Ini mungkin juga strategi penjualan ya (atau strategi kapitalis? he..he..he..). Kalau capek, silahkan istirahat, duduk-duduk dulu. Kalau sudah ilang capeknya silahkan belanja lagi. Pokoknya shop till you drop! he..he..he..
Ini foto perkampungan Roermond Design Outlet yang aku ambil kemarin:
Ekani dan Dyah di perkampungan mewah:
Perkampungan ini sangat luas. Lha wong katanya ada lebih 200 leading brands kok. Jadi kan kompleksnya pasti luas sekali. Gambar di bawah ini adalah sebagian dari perkampungan barang-barang bermerk:
Sabtu lalu dalam suhu dinginpun, banyak orang ke sana (apalagi ada sale). Bisa dibayangkan kalau summer (dan ada sale), betapa penuhnya di sana. Yang jelas makin siang, makin banyak pengunjung. Kadang di satu toko, aku sampai pusing karena melihat banyaknya pengunjung.
Walaupun dingin, aku pengin mejeng di depan Etienne Aigner (ngga masuk, cuma numpang mejeng doang):
Ini kunjunganku kedua ke Roermond dan yang pertama buat Ekani dan Dyah. Waktu pertama kali ke sana, aku sampai tercengang-cengang melihat harganya. Misalnya sebuah handbag merk Gucci harganya 600 Euro padahal itu sudah di-diskon. Aku sampai bingung, kok ya ada orang mau beli tas semahal itu. Lha kalau aku duit segitu mending dibeliin koper Samsonite tipe B-Lite yang ringan dan keren serta harganya kurang dari sepertiga dari harga Gucci. Kalau handbag kan kecil, kalau koper kan gede. Ada rodanya lagi. he..he..he.. Iya to?
Lagian kalau mudik bawa Gucci, malah nanti dikira bawa Gucci palsu karena banyak banget KW1 dijual di Mangga 2. Tapi kalau mudik bawa koper kan balik lagi ke sini kopernya bisa untuk diisi loyang pukis, cetakan putu mayang, cetakan kue lumpur, cetakan bolu kukus dan kalau perlu bawa loyang martabak dari dari kampung. ha..ha..ha.. Iya ngga?
Mungkin ada suami yang khawatir atau deg-deg an kalau istrinya pergi ke Roermond. Lha gimana ngga khawatir kalau pas pulang si istri bawa bertas-tas hasil belanja seharian. Tapi harus aku akui, memang lebih banyak pengunjung perempuan daripada laki-laki.
Kalau Leo sama sekali ngga khawatir, ngga pernah melarang aku ke sana. Pertama karena aku ngga punya duit banyak. Kedua, aku ngga punya credit card yang artinya ngga bisa nggesek. Ketiga aku ngga tertarik dengan Swarovski dan sejenisnya. Waktu kunjunganku yang pertama ke Roermond dulu, aku malah bawa pulang wajan Tefal. Kalau orang-orang beli Gucci, aku malah lebih tertarik beli panci. ha..ha..ha..
Seperti pada kunjunganku yang pertama dulu, kali ini aku juga ketemu buanyak banget pengunjung dari Jerman. Letak Roermond memang tidak terlalu jauh dari Jerman. Waktu aku baca websitenya Design Outlet, aku sampai terkagum-kagum. Ternyata tiap Sabtu dan Minggu ada shuttle bus yang khusus berangkat dari stasiun Dusseldorf dan Cologne menuju Roermond. Gile…. memang Londo pinter dagang, sampai-sampai mereka sediakan angkutan khusus ke outlet. Pengunjung tinggal bayar 15 Euro untuk perjalanan pp.
Karena banyak pengunjung berasal dari Jerman, aku sering banget mendengar orang bercakap-cakap dalam bahasa Jerman. Sampai-sampai aku mikir, aku ini di Belanda atau di Jerman ya kok lebih banyak mendengar aksen Jerman daripada aksen Londo. he..he..he..
Selain pengunjung dari Jerman, pengunjung yang banyak kami temui adalah mereka yang berasal dari China dan Jepang. Mereka bener-bener banyak duitnya euy. Mborong bermacam-macam barang ber-merk. Lha kalau dipikir, kami yang tinggal di Eropah malah kalah jauh dari mereka dalam hal berbelanja. Jadi jangan salah kalau orang Asia tidak kaya (maksudnya yang kaya).
Berhubung pengunjungnya tidak saja orang Belanda, para pekerja toko pada umumnya tidak saja bisa berbahasa Belanda tapi juga bisa berbahasa Jerman dan Inggris. Malah di satu toko yaitu toko Kipling, kami malah ngobrol dengan staff toko yang orang Indonesia yang kebetulan tinggal di Roermond.
Di dalam “surga” barang-barang mewah ini, apakah resto yang ada di sanapun juga resto mahal? Jawabannya ternyata tidak. Soalnya di kompleks perkampungan tersebut ada juga warteg (baca McD). Selain itu ada juga LaPlace yang untuk ukuran Belanda harganya relatif tidak terlalu mahal.
McDonald’s di kompleks perkampungan outlet Roermond. Di depannya ada draaimolen:
Dimana kami makan siang? Di sana ada resto murah meriah, namanya Cocos Asia. Sayang ngga aku potret restonya. Di restoran ini pengunjung bisa memilih menu buffet atau pesen makanan yang tidak ada di buffet menu. Harganya? Untuk buffet menu 7,90 Euro (tanpa minum). Kalau pake minum (330 ml drink) harganya 9,70 Euro. Menu lain aku ngga hafal harganya, tapi nampaknya ngga terlalu mahal.
Ada seorang petugas yang membawa kartu-kartu menu dan dia akan siap membantu para pengunjung bila mereka tidak mengetahui sistem di sana. Yang pertama dilakukan adalah pengunjung harus membayar dulu di kasir! Aku memilih menu buffet, jadi aku bayar 7,90 Euro. Setelah bayar, aku memperoleh sebuah piring dari si kasir, kemudian berbaris ngambil makanan. Ternyata banyak banget variasi makanannya. Ada nasi, bami goreng, sayur, beef, chicken, udang, tahu dan lumpia. Chicken nya aja ada yang ayam goreng, ada pula yang dimasak pake sayuran. Walaupun makanan yang disediakan di sana lebih mengarah ke Chinese food, aku lihat mereka tidak menyediakan pork. Disediakan juga berbagai saus. Aku ambil sweet chilli sauce dan satu lagi lupa.
Setahuku kita cuma boleh ngambil makanan satu kali. Jadi kalau memang bener-bener laper, ya mengambillah yang banyak. he..he..he..
Ini porsi yang aku ambil:
Kelihatan enak kan? Banyak pengunjung yang mengambil lebih banyak dari aku lho.
Setelah makan, kami harus mengembalikan piring-piring dan alat-alat makan lainnya ke tempat khusus. Aku lihat sistem resto seperti ini makin populer di Belanda. Ini sebenernya kan mirip sistemnya McD kan? Bedanya resto ini menyediakan buffet menu dan pengunjung boleh ngambil sendiri. Tapi dengan sistem self service, pihak resto tidak harus mempekerjakan banyak pelayan resto untuk melayani pengunjung. Mungkin saja pengunjung mengambil banyak makanan, tapi menurutku bahan makanan mentah di Belanda relatif murah. Jadi walaupun pengunjung ngambil banyak, pengusaha masih bisa memperoleh keuntungan.
Kabarnya di beberapa resto di Belanda (misalnya Japanese restaurant) yang menyediakan menu buffet akan mengenakan denda pada pengunjung yang tidak bisa menghabiskan makanan yang diambil. Menurutku ini sistem yang bagus karena pengunjung boleh mengambil berkali-kali tapi mereka tidak boleh membuang atau menyisakan makanan. Pengunjung dididik untuk mengambil secukupnya.
Seperti sudah disebutkan di atas, harga bahan makanan di Belanda relatif murah. Yang justru sangat mahal di Belanda adalah labour karena pajaknya juga tinggi sekali di sini. Jadi dengan membuat pengunjung melayani diri sendiri, akan juga mengurangi biaya untuk labour dan pada akhirnya mengurangi biaya operasional restoran. Dari sisi pengusaha memang sistem ini lebih efisien tapi dari segi penyerapan tenaga kerja, apa pendapat anda?
Setelah makan, kami berkeliling lagi keluar masuk toko. Selain toko-toko baju, tas dan sepatu, ada juga 3 buah toko alat-alat dapur yang kami temui (dan ketiga-tiganya kami masuki. he..he..he..). Toko pertama menjual berbagai barang pecah belah seperti piring, gelas dan lain-lain. Di toko ini juga dijual alat-alat masak seperti pisau dan sejenisnya. Toko kedua menjual panci-panci tebal dan berat. Harga panci-panci ini muahalnya puol, bisa ratusan Yuro! Misalnya ada satu panci, aku lirik harga akhir (setelah diskon) lebih dari 400 Euro! Yang aku tahu panci-panci model seperti ini biasanya digunakan untuk memasak daging misalnya hachee. Memasaknya bisa lama tapi ngga bakalan gosong karena dasarnya panci tebal banget. Terus terang aku ngga tertarik beli panci model seperti ini. Selain mahal, aku juga jarang masak daging. Toko ketiga menjual berbagai wajan dan panci. Dulu aku beli wajan tefal di sini.
Aku pengin banget punya pisau warna-warni yang dijual di toko pertama. Pisaunya kayak yang digunakan oleh anak-anak dalam Junior Masterchef Australia. Dalam acara tersebut, anak-anak menggunakan pisau warna-warni cantik banget. Kok jadi kepingin. he..he..he.. Kabarnya mereka menggunakan produk Scanpan. Siapa yang ngga kemecer melihat warna-warni pisau cantik ini?
I took the picture from here.
Di Belanda harga pisau ini mahal sekali. Yang paling kecil (9cm) harganya paling murah 7,95 Euro per biji. Jadi bisa dibayangkan pasti mahal kalau mau beli satu set.
Di toko yang kami temui di Roermond, harganya sedang korting. Memang sih merk nya bukan Scanpan tapi Viners. Tapi yang penting kan kan warna-warni. Harga awal 39 Euro. Dikorting jadi 27,30 Euro…. eh.. dikorting lagi di kasir menjadi 15,6o Euro! Lha siapa yang ngga kepingin.
Ya kalau dipikir dari segi kegunaan, pisau-pisau yang selama ini aku gunakan untuk ngupas brambang atau ngrajang cabe harganya cuma 50 cents per biji. Pisau dengan harga segitu aja sudah tajam dan aku sudah puas. Apa perlu aku beli peso harga 15,60 Euro hanya karena warnanya cantik?
Kami meninggalkan toko tersebut, menuju toko-toko lain. Tapi kok yo masih kepikiran juga. Rasanya resah kalau ngga beli pisau itu. Bisa-bisa malam ngga bisa tidur karena terbayang pisau-pisau ini. he..he..he.. Akhirnya nelpon Leo. Aku bilang ada diskon peso nih. Beli ngga ya?
“Lha kamu kan lebih tahu daripada aku…..”
“Iya… tapi enaknya beli ngga? Pisaunya bagus banget, kayak yang di Junior Masterchef Australia. Diskon banyak lho….”
“Kalau kamu suka, ya beli aja….”
“Jadi boleh nih?”
“Tentu saja boleh…….”
Leo pasti tahu, kalau ngga beli, aku bisa terbayang-bayang peso ini terus-terusan. Jadi ya mendingan di-oke-in aja. he..he..he.. Padahal kalau dia ngga setujupun, aku juga tetep akan beli kok. ha..ha..ha..
Akhirnya kami bertiga balik ke toko peso lagi. Lha kok ternyata cuma tersisa 2 kotak dan 1 set lagi yang di-display, padahal sebelum kami tinggal jalan-jalan ke toko lain (ngga ada setengah jam), masih banyak kotak pisau ini di sana. Akhirnya aku ambil 1 kotak. Eh… lha kok belum 1 menit, ada orang yang ngambil kotak terakhir. Beberapa detik kemudian, ada yang ngambil yang di-display. Akhirnya habis! Toko bener-bener kehabisan stok! Alhamdulillah aku masih kebagian. Suenengnya setengah mati.
Setelah beli peso, kami minum kupi di LaPlace. Kebetulan aku bawa kupon korting LaPlace, jadi kami dapat diskon. he..he..he..
Ketika sudah puas (dan juga sudah malam), kami pulang. Leo menjemputku di Rotterdam Alexander. Keretaku tiba di Alexander pk 21:46. Kebetulan waktu itu kereta dari Roermond ke Utrecht telat, jadi ya ngga bisa pulang lebih awal.
Ketika tiba di rumah, aku buka pisau bawaanku. Ini dia:
Sayang aku ngga bisa motret bagus. Padahal warnanya cantik-cantik lho…. Leo aja suka kok peso-peso ini.
Yang jelas waktu itu selain beli peso (15,60 Euro), aku juga beli kantong untuk sport shoes ku (harga 7 Euro, harga sebelum diskon 10 Euro) dan dompet (17 Euro, soalnya dompetku sudah jebol). Total kerusakan: 39,60 Euro!
Leo geleng-geleng kepala, bingung puol. Wong ya beli cuma 3 macam kok ya butuh waktu berjam-jam. Berangkat dari rumah jam 08:15, dan tiba lagi di Rotterdam Alexander pk 21:46, yang artinya tiba di rumah lebih larut lagi. Dia ngga mudeng, kok bisa perempuan betah belanja sampai 14 jam lebih.
Aku bilang, kan perjalanan pp aja sudah 4 jam lebih. Sudah gitu areanya luas banget. Tapi tetep saja Leo ngga mudeng cara pikirku kalau banyak perempuan menganggap belanja itu sebagai hiburan, bisa mengurangi sutris, bisa sekalian olah raga karena jalan terus.
Reaksinya Leo:
“Buat laki-laki, belanja itu punishment and torture! Ada temanku di kantor. Kalau dia tahu akan belanja dengan istrinya, seminggu sebelumnya dia bener-bener bad tamper karena tahu akan tersiksa…..”
ha…ha…ha…
Itulah mengapa, perempuan lebih suka belanja bersama perempuan supaya sama-sama ngga tersiksa. Perempuan juga sebel lho kalau melihat swami resah atau ngga sabar melihat istrinya belanja. Jadi mendingan perempuan nge-mall bareng perempuan. So…girls…. let’s shop till you drop. ha..ha..ha..
Just kidding…. aku sendiri juga jarang nge-mall kok, walaupun demen kalau jalan-jalan ke pasar tradisional.